SDM Jadi Kendala Utama
Persaingan era global telah dipenuhi segala teknologi canggih. Hampir semua bidang memanfaatkan hal itu untuk mendapatkan hasil maksimal. Sayangnya, pendidikan kita belum memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut secara maksimal.
Pendidikan merupakan kunci utama pembangunan sebuah bangsa. Demikian pula dengan Indonesia. UUD 1945 juga mengamanatkan agar setiap warga negara mendapatkan pendidikan untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup.
Sebagai negara kepulauan, pulau yang kita miliki lebih dari 17 ribu pula. Enam ribu di antaranya merupakan pulau berpenghuni. Penduduk total sudah lebih dari 220 juta orang yang meliputi area 5,2 juta kilometer persegi. Secara pemerintahan, negara ini terdiri atas 33 provinsi dan 441 kabupaten/kota yang jumlahnya masih memungkinkan terus berkembang. Sementara itu, jumlah kelurahan/desa mencapai 62.800. Dengan kondisi seperti itu, tentu bukan perkara mudah mengurusi masalah pendidikan.
Sebagai gambaran, jumlah sekolah yang kita miliki mendekati angka 300 ribu dengan jumlah siswa dari berbagai jenjang sudah melebihi angka 45 juta. Angka partisipasi tingkat SD di kota 97,1 persen dan desa 96,1 persen, tingkat SMP (89,6 persen dan 79,3 persen), serta jenjang SMA (66,8 persen dan 43 persen). Jumlah guru yang mencapai angka 2,5 juta orang belum terdistribusi secara seimbang. Guru yang berkualifikasi S-1 atau D-4 sekitar 26 persen.
Dengan realita seperti itu, diperlukan sebuah terobosan baru untuk bisa mengatasi masalah tersebut. Bukan menghiperboliskan permasalahan. Tapi, taruhannya adalah masa depan kelanjutan perjalanan bangsa ini. Jika ingin bersaing dengan negara lain, tentu harus ada inovasi. Salah satunya, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Memang sedikit terlambat, namun lebih baik daripada tidak sama sekali. Dalam pertemuan ke-42 Organisasi Menteri-Menteri Pendidikan Asia Tenggara (SEAMEO) pada Maret lalu di Nusa Dua, Bali, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui rendahnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan.
Sementara itu, negara di Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, Thailand, dan Malaysia sangat peduli terhadap pemanfaatan teknologi untuk pendidikan. Mereka telah mampu mendorong negaranya, sehingga memiliki daya saing yang kuat.
Bagaimana mereka bisa? Salah satu resepnya, mereka mau, mampu, dan berhasil meningkatkan mutu pendidikan di negara masing-masing. Yang dilakukan, antara lain, memanfaatkan teknologi dan perubahan paradigma pembelajaran.
Di bidang pendidikan, TIK bisa dimanfaatkan sebagai sarana pengajaran efektif yang menghubungkan guru dengan murid sekaligus menjadi sarana efektif untuk mengangkat potensi serta kreativitas siswa. Seorang siswa di Sumatera hanya perlu mengeklik mouse untuk mendapatkan akses instan terhadap samudera informasi tentang subjek apa pun.
Salah satu yang dikembangkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) adalah program Jaringan Pendidikan Nasional (Jardiknas). Yaitu, sebuah jaringan TIK yang menghubungkan sekitar tiga ribu SMP, SMA, dan SMK di Indonesia. Program tersebut telah diluncurkan presiden dalam pertemuan SEAMEO .
Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo menjelaskan, Jardiknas sudah mencapai 33 provinsi dan 441 kabupaten/kota. Targetnya, pada 2009, 50 ribu sekolah sudah terhubung dengan Jardiknas. "Tahun, depan kita sudah masuk hingga kecamatan-kecamatan," ungkapnya.
Guru besar Universitas Gadjah Mada Jogjakarta tersebut menjelaskan, jaringan itu merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. "Sekarang, seorang guru (dalam mengajar) bisa dipantau di lebih dari tiga ribu sekolah. Jadi, akan diketahui siapa yang paling bagus dalam menyampaikan materi," jelasnya.
Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Depdiknas Gatot Hari Priowirjanto yang membawahkan program Jardiknas menambahkan, sebenarnya jaringan tersebut mulai dirintis tahun lalu. Namun, kata dia, persiapan IT di sekolah-sekolah sebenarnya dimulai sejak 1999.
Dia mengaku, masalah sumber daya manusia masih menjadi kendala terbesar dalam pengembangan jaringan tersebut. "Semakin jauh dari Jakarta, mereka yang mengerti IT semakin terbatas. Kalau kita sambungkan dengan jaringan, mereka akan menjadi motor di daerah-daerah," tegasnya.
Dibandingkan Malaysia, Indonesia sebenarnya tertinggal dalam pengembangan jaringan TIK pendidikan. Jaringan pendidikan Malaysia yang bernama SmartSchool terbentuk sejak 2000 dan menghubungkan 90 sekolah.
Meski demikian, Gatot tidak bisa menilai negara mana di antara anggota SEAMEO yang paling maju dan patut dijadikan acuan dalam bidang tersebut. "Maju itu relatif. Sebab, (jaringan) setiap negara memiliki keunikan dan sasaran yang bervariasi," katanya.
Hingga kini, Jardiknas Indonesia mencakup empat seksi. Yakni, perguruan tinggi (82 PT), kantor pendidikan (441 kantor Dinas Pendidikan kabupaten/kodya di 33 provinsi), sekolah (3.000 SMP, SMA, dan SMK), serta guru dan dosen.
Pengembangan TIK dalam pendidikan juga diperhatikan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Secara khusus, mereka mendorong pemanfaatan teknologi komputer dalam meningkatkan mutu pendidikan. Bila saat ini rasio siswa dibandingkan komputer di sekolah adalah 1000:1, diharapkan secara bertahap perbandingan tersebut bisa berubah menjadi 20:1. Hal itu dilakukan bertahap mulai 2008.
Program komputerisasi sekolah tersebut akan dimulai dari tingkat SMA. Selain itu, diperkuat oleh teknologi informasi dan komunikasi lain seperti TV, radio, dan instrument lain
Sumber : Jawa Pos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Posting Komentar Anda di sini, Baik berupa Saran Kritikan dan Lain Sebagainya...Jazakumullah