Welcome

Rasulullah bersabda; "Apabila kalian menginginkan kasih sayang dari Allah dan Rasul Nya maka sampaikanlah amanat, jujurlah dalam berbicara, dan berbuat baiklah kepada orang yang menjadi tetangga kalian." (HR. Tabrani)
Tampilkan postingan dengan label Askep. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Askep. Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 Mei 2011

ASKEP FRAKTUR FEMUR




I.          DEFENISI

Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

II.        

III.    FISIOLOGI / ANATOMI

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.

IV.     

V.       KLASIFIKASI

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1.      Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
·         Melalui kepala femur (capital fraktur)
·         Hanya di bawah kepala femur
·         Melalui leher dari femur

2.      Fraktur Ekstrakapsuler;
·         Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
·         Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.


VI.    PATOFISIOLOGI

A.     Penyebab fraktur adalah trauma

Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
·         Osteoporosis Imperfekta
·         Osteoporosis
·         Penyakit metabolik



1. TRAUMA

Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah   trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

TANDA DAN GEJALA
·         Nyeri hebat di tempat fraktur
·         Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
·         Rotasi luar dari kaki lebih pendek
·         Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

PENATALAKSANAAN MEDIK
·         X.Ray
·         Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
·         Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
·         CCT kalau banyak kerusakan otot.


TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.


Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
·         Mengurangi nyeri akibat spasme otot
·         Memperbaiki dan mencegah deformitas
·         Immobilisasi
·         Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk  nyeri tulang sendi).
·         Mengencangkan pada perlekatannya.


MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.

Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.

Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.

Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam,  di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang  atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.                                                   




ASKEP CIDERA KEPALA



PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

PATOFISIOLOGI
Cidera kepala                                                              TIK  - oedem
                                                                                            - hematom
                                              Respon biologi              Hypoxemia
                                                                                   
                                                                                    Kelainan metabolisme
Cidera otak primer                          Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi                                           Kerusakan Sel  otak ­


Gangguan autoregulasi                   ­ rangsangan simpatis             Stress

Aliran darah keotak ¯                     ­ tahanan vaskuler                  ­ katekolamin
                                                        Sistemik & TD ­             ­  sekresi asam lambung

O2 ¯ à ggan metabolisme             ¯ tek. Pemb.darah                   Mual, muntah
                                                        Pulmonal

Asam laktat ­                                 ­ tek. Hidrostatik               Asupan nutrisi kurang

Oedem otak                                    kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan                      oedema paru à cardiac out put ¯
Cerebral
Difusi O2 terhambat             Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas à hipoksemia, hiperkapnea
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-          Kejang-kejang
-          Gangguan saluran nafas
-          Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
·         edema fokal atau difusi
·         hematoma epidural
·         hematoma subdural
·         hematoma intraserebral
·         over hidrasi
-          Sepsis/septik syok
-          Anemia
-          Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

Perdarahan yang sering ditemukan:
·         Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

·         Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
·         Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
·         Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.

Penatalaksanaan:
Konservatif
  • Bedrest total
  • Pemberian obat-obatan
  • Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
  • Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
  • Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
  • Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
  • Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
  • Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
  • Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Pemeriksaan Diagnostik:
·         CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
  • Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
  • X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
  • Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
  • Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Prioritas perawatan:
  1. memaksimalkan perfusi/fungsi otak
  2. mencegah komplikasi
  3. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
  4. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
  5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1)      Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2)      Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3)      Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4)      Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5)      Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6)      Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7)      Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8)      Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9)      Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

Jumat, 20 Mei 2011

ASKEP CANCER

DEFINISI
1. Cancer is a disease that attacks the basic life process of the cell, altering the cell genome (the total genetic complement of the cell) and leading to wild and spreading growth of the cancereous cells.
The cause of the altered genome is mutation of one or more genes ; or mutation of a large segment of a DNA strand containing many genes or loss of large segments of chromosomes (Guyton, 1981).

2. Cancer is not a single disease with one cause ; rather it is a group of distinct desease with different causes, manifestations, treatments and prognosis (Brunner).

EPIDEMIOLOGI
  pasien kanker  di Amerika, Eropa, Asia
 Kulit hitam > kulit putih
 Vegetarian < non vegetarian  Faktor penyebab utama : Lingkungan : sosial  Fisik : radiasi, perlukaan/lecet  Kimia : makanan, industri, farmasi, rokok  Genetik : payudara, uterus  Virus : umumnya pada binatang Karakteristik dari neoplasma Benigna Malignant 1. Grow Slowly 2. Usually encapsuled 3. Grow by expandion; do not infiltrate surrounding tissues 4. Do not spread but remain localized 5. Do not tend to recur when removed surgically 6. Cell usually closely resemble those of normal tissue from which they arise 7. Produce minimal tissue destruction 8. Do not produce typical cahexia 9. Do not cause death to host except when located in areas where they produce pressure or obstruction to vital organ 1. Grow rapidly 2. Rarely encapsuled 3. Infiltrate surrounding tissues; tumor process extended out in all direction; poorly differentiated from normal tissue 4. Spread via lymph stream and/or blood and set up secondary tumor in distant sites 5. Frequently tend to recur after surgical removal as a result of infiltration into surrounding tissue 6. Cell usually do not resemble those of normal tissue from which they are arise 7. Produce extensive tissue destruction as result of infiltration and metastatic lession 8. Produce typical cancer cachexia-anemia, weakness, loss weight and so on 9. Always cause death unless removed surgically before they metastasize • From Bouchard, R., and Owens, N. F.; Nursing care of the cancer patient, 3rd ed., St. Louis, 1976, The C.V. Mosby Co.
Types of tumors
Type of cell or tissue Benign tumor Malignant tumor
Epithelium
Skin, outer layers
Skin, pigmented layer (melanoblast)
Glandular epithelium
Papilloma
Nevus
Adenoma
Squamous cell carcinoma
Malignant melanoma
Adenocarcinoma
Muscle Myoma Myosarcoma
Connective tissue
Fibroblast
Cartilage
Bone
Fatty tissue
Fibroma
Chondroma
Osteoma
Lipoma
Fibrosarcoma
Chondrosarcoma
Osteosarcoma
Liposarcoma
Endothelial tissue
Blood vessels
Lymph vessels
Hemangioma
Lymphangioma
Hemangiomasarcoma
Lymphangiosarcoma
Nerve tissue
Neuroglia
Medullary epithelium
Astrocytoma
Glioblastoma
Medulloblastoma
Lymphoid and hematopoetic tissue
Lymphosit
Myelocytes
Lymphosarcoma
Lymphatic leukemia
Multiple myeloma
Myeloid leukemia


JENIS/LOKASI KANKER
1. Payudara
2. Kolon rektum
3. Laring
4. Paru
5. Leukemia
6. Pankreas
7. Prostat
8. Gaster
9. Uterus
10. Serviks
11. Lain : Hodgkin’s, Thyroid dll

PROMOTIF, PREVENTIF – PENDIDIKAN KESEHATAN
C  Change in bowel or bladder habits
A  A sore that does not heal
U  Unusual bleeding or discharge
T  Thickening or lump in the breast & etc
I  Indigestion or dificulty in swallowing
O  Obvious change in wart or mole
N  Nagging cough or hoarsenes

PERAN PERAWAT
Promotif s.d rehabilitatif
1. Memberi dukungan klien prosedur diagnostik
2. Mengenali kebutuhan psiko sosial dan spiritual
3. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi klien
4. Memberi bantuan bagi klien yang mendapat pengobatan anti kanker/terhadap keganasan
5. Membantu klien fase penyembuhan/rehabiltasi
6. Membantu klien untuk tindak lanjut pengobatan
7. Berpartisipasi dalam koleksi data penelitian/registrasi kanker



DIAGNOSTIK
1. Riwayat keperawatan & penyakit, sosial, pemeriksaan fisik
2. Biopsi  patologis
3. Pemeriksaan darah, darah lengkap, thrombosit, kimia darah: elektrolit & LFT & BUN & chreatinin
4. Imaging : foto toraks, scan-nuklir, CT-scan, MRI.

MANAJEMEN : PENDEKATAN MULTI DISIPLIN
Tindakan pengobatan : pembedahan, kemotherapi, radiasi, imunotherapi, atau kombinasi
Jenis pembedahan :
1. Biopsi
2. Rekontruksi
3. Paliatif
4. Adjuvant
5. Pembedahan primer otak
6. Reseksi metastasis
7. Profilaksis : polip
8. Kuratif

KEMOTHERAPI
Penggunaan obat anti kanker yang bertujuan mematikan sel kanker
Indikasi dan prinsip :
1. Sebanyak mungkin mematikan sel kanker seminimal mungkin mengganggu sel normal
2. Dapat digunakan untuk : pengobatan, pengendalian, paliatif
3. Jangan diberikan jika bahaya/komplikasinya lebih besar dari manfaatnya
4. Obat kemotherapi umumnya sangat toksik  teliti/cermat evaluasi kondisi pasien
5. Obat dapat diberikan melalui berbagai cara

Tindakan pengamanan ditujukan :
1. Pengamanan diri dengan mengurangi eksposur inhalasi
2. Pengaman diri mengurangi eksposur kontak kulit
3. Pengamanan diri mengurangi eksposur melalui makanan/oral
4. Pembuangan secara aman alat/bekas yang digunakan, urine, muntah (ekskresi cairan tubuh)

KOMPLIKASI KEMOTHERAPI
 Efek samping :
- nausea, vomiting
- alopecia
- rasa (pengecap) menurun
- mucositis
 toksik
- hematologik : depresi sumsum tulang, anemia
- ginjal, hepar

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Sistem Integumen
1. Perhatikan : nyeri, bengkak, flebitis, ulkus
2. Inspeksi kemerahan & gatal, eritema
3. Perhatikan pigmentasi kulit
4. Kondisi gusi, gigi, mukosa & lidah

B. Sistem Gastrointestinalis
1. Kaji frekwensi, mulai, durasi, berat ringannya mual & muntah setelah pemberian kemotherapi
2. Observasi perubahan keseimbangan cairan & elektrolit
3. Kaji diare & konstipasi
4. Kaji anoreksia
5. Kaji : jaundice, nyeri abdomen kuadran atas kanan

C. Sistem Hematopoetik
1. Kaji Netropenia
 Kaji tanda infeksi
 Auskultasi paru
 Perhatikan batuk produktif & nafas dispnoe
 Kaji suhu

2. Kaji Trombositopenia : < 50.000/m3 – menengah, < 20.000/m3 – berat 3. Kaji Anemia  Warna kulit, capilarry refill  Dispnoe, lemah, palpitasi, vertigo D. Sistem Respiratorik & Kardiovaskular 1. Kaji terhadap fibrosis paru yang ditandai : Dispnoe, kering, batuk non produktif – terutama bleomisin 2. Kaji tanda CHF 3. Lakukan pemeriksaan EKG E. Sistem Neuromuskular 1. Perhatikan adanya perubahan aktifitas motorik 2. Perhatikan adanya parestesia 3. Evaluasi refleks 4. Kaji ataksia, lemah, menyeret kaki 5. Kaji gangguan pendengaran 6. Diskusikan ADL F. Sistem genitourinari 1. Kaji frekwensi BAK 2. Perhatikan bau, warna, kekeruhan urine 3. Kaji : hematuria, oliguria, anuria 4. Monitor BUN, kreatinin DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan netropenia 2. Resiko perlukaan berhubungan dengan trombositopenia 3. Lemah berhubungan dengan anemia 4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek samping 5. Perubahan selaput mukosa berhubungan dengan stomatitis 6. Perubahan gambaran diri berhubungan dengan alopecia INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Mencegah infeksi 2. Mencegah perdarahan 3. Mengurangi kelelahan 4. Meningkatkan nutrisi 5. Mengurangi stomatitis 6. Meningkatkan koping pada perubahan gambaran diri THERAPI RADIASI Terapi radiasi menggunakan energi tinggi & getaran ion. Dapat menimbulkan kerusakan molekul sel dan perubahan biokimia : mematikan sel kanker Jenis therapi radiasi :  Teletherapi : cobalt, lineacc  Brakhitherapi : dosis tinggi lebih terlokalisasi  Intra operative radioterapi, hipertermia Pertimbangan klinis :  Indikasi : digunakan tersendiri atau kombinasi  Perencanaan pengobatan Komplikasi : Komplikasi tergantung dari lokasi, jenis radiasi, dosis, status kesehatan klien 1. Efek samping akut 1 – 6 bulan - eritema - lemah & lunglai - nausea, muntah, diare - oral : kering, mucositis, xerostomia - dispnoe, pnemonia - sistitis 2. Efek samping kronis > dari 6 bulan
- Kulit : fibrosis, kehitaman permanen atropi
- Gastro intestinal : fibrosis, obstruksi, ulkus, striktur
- Oral : xerostomia, pengecapan menurun, caries gigi
- Paru : fibrosis
- Ginjal : nefritis, fibrosis
- Kanker lain 5 – 7% leukemia

Pengkajian
1. Sistem terkait
2. Emosi/psikologis klien

Intervensi Keperawatan
1. Mempertahankan perawatan kulit secara optimal
- informasikan tentang reaksi kulit
- jangan menggunakan lotion, minyak kosmetik pada lokasi therapi hanya tepung maizena
- hindari, penekanan, penggosokan, garuk
2. Memastikan terlindungi dari efek radiasi



Kamis, 19 Mei 2011

Askep Apendik

BAB I
KONSEP DASAR

A. Definisi
1. Appendictomy adalah pengangkatan Appendiks veriflormis karena mengalami peradangan atau perbesaran (Arif Mansjoer, 2000 :331)
Appendicitis adalah appendis vermoformis dan merupakan penyebab nyeri abdomen yang paling akut yang paling sering. (Arif Mansjoer, 2000 :307)
2. Appendiksitis diklasifikasikan atas appendiksitis akut dan appendiksitis kronis.
a. Appendiksitis Akut.
Appendiksitis aku adalah kasus gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi. Kejadian tertinggi terjadi pada dekade kedua dan ketiga (Soeparman, 1993: 177)
Berdasarkan keadaan sewaktu operasi dan gambaran histologisnya, appendiksitis akut dibagi menjadi sempel gangrenosa dan perforasi. Pada bentuk simpel ditemukan appendik yang masih uth tapi meradang. Adanya nekrosis yang luas merupakan ciri khas untuk bentuk gangrenosa dimana sering pula ditandai dengan appendik yang pecah atau bahkan hancur. (Soeparman, 1993: 177)
Pada bentuk simpel mula-mula ditemukan udara kemudian pada stadium lebih lanjut appendik sangat terenggang dan pucat. Sedang pada serosa tampak bercak-bercak aksudat fibria. Adanya ganggrenesa atau perforasi, saat operasi akan mudah dikenal. Pada stadium awal didapatkan bertambahnya lekosit polimarnuklear diseluruh lapisan. (soeparman, 1993: 177)
b. Appendiksitis kronik rekaren
Appendiksitis kronik sebagai suatu penyakit dengan gambaran klinis dan histologis yang khas, masih belum diakui oleh kebanyakan klinis dan ahli patologi. Sampai sekarang belum ada kesepakatan bagaimana gambaran appendik kronik itu lagi pula appendiksitis jarang menyebabkan sembuhnya keluhan-keluhan yang dianggap karena appendik kronik.
Walaupun banyak ahli yang cenderung untuk menghilanhkan istilah appendiksitis kronik, ada juga yang mengartikan bahwa appendiksitis kadang-kadang timbul dalam bentuk Sub Akut atau kronik. (soeparman, 1993: 181)

B. Etiologi
Sumbatan atau abstraksi lumen merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Abstraksi bisa disebabkan oleh isi yang ada di dalam colon, fekalit : yaitu masa faeses yang membantu : cacing, tumor, pembesaran folikel limposid dan terpelintirnya appendik.
Faktor predisposisi kejadian itu adalah kebiasaan konsumsi rendah serat. Serat rendah kurang merangsang mobilitas faeses dalam usus sehinggapengosongnya lambat dan terjadi kostipasi. Konstipasi akan meningkatkan flora kolon biasanya akan menjadikan faeses keras atau liat.
Selain itu konstipasi juga menaikkan tekanan intrsekal yang bisa mendorong kejadian abstraksi appendik.
Factor predisposisi factor anatomi, ada kecenderungan fomilier yang mempermudah terjadinya gangguan, seperti vaskularisasi yang kurang baik ataupun organ yang terlalu panjang dan sempit.

C. Patofisiologi
Appendiks pada fase ini terjadi peradangan pada lumari appendik yang menyebabkan edema pada dinding appndik kemudian bakteri akan berpolirasi membuat pus dalam lumen, menginvasi dinding appendik dan disebut appendiksitis akut. Bila appendiksitis berlanjut terus, suply darah akan terganggu oleh bakteri dalam dinding dan distensi lumen oleh sekresi mulus dan membentuk pus. Pengurangan suply darah ini menyebabkan gangreng appendik dan komplikasinya berupa perforasi. Abces dan peritonitis jika tidak terjadi komplikasi, appendik akan berangsur sembuh.
Appendiksitis dapat mulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam watu 24-28 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang, menutup appendiks dengan omentum, usus halus, sehingga membentuk massa peri appendikuler yang secara salah dikenal infiltrat appendiks (Syamsuhidayat, 1998: 14&}.
Appendik yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi akan membentuk jaringan perut yang menyebabkan berlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlekatan itu dapat menimbulakn keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami aksaserbasi (Syamsuhidayat, 1998 :176-177)

D. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala pada appendiksitis bisa berbeda-beda, tergantung dimana posisi ujung appendik (Syamsuhidayat, 1998: 144)
Jika appendik terletak di sisi kolon asenden, gejala lokalnya paling jelas, sedang letak di belakang sekum atau ileum distal dan arteri mesentrika komunis, masa inflemasinya akan tertutup olah usus yang ada disebelah depan. Peradangan juga akan memperlihatkan gejala di supra pubis jika letak appendiks tergantung pada operatur pubis superior di sebelah kanan.
Gejala dan terjadinya appendik secara umum adalah :
1. Nyeri
Pada sebagian kasus, rasa nyeri pertama kali terdapat di epigastrium atau umbilicius. Nyeri yang difus ini akan berkembang menjadi nyeri akut setelah beberapa nyeri-nyeri juga mulai terlokalisir pada Mc Burney. Nyeri akan meningkat saat berjalan atau batuk, berkurang saat berbaring miring kekanan dan kiri kanan ditekuk.
Namun tanda nyeri di titik Mc burney tidak selalu ada, nyeri jika dilakukan rectal taucher.
2. Nousea, Vomitus, Anorexia
Nousea, vomitus, anarxia ini terjadi di stadium dini setelah tmbulnya rasa nyeri awal. (Iggnatavicus, 1991: 134)
3. Suhu meningkat
Peningkatan suhu terjadi sebelum waktu 24-36 jam dan perlahan-lahan tingginya hanya sekitar 37,20C-380C. (Iggnatavicus, 1991: 1345).
4. Nadi meningkat.
Peningkatan nadi tidak selalu terjadi, jika ada peningkatan hanya sedikit dari normal, tidak sampai terjadi talikardi.
Pemeriksaan penunjang.
 Laboratorium.
 Jumlah leukosit diantara 10.000-19.000 /mm3
 Jumlah netrofil meningkat sampai dengan 75%
 X-ray abdomen bisa menyatukan sumbatan material fekal appendik
E. Fokus Pengkajian
Pengkajian meliputi biodata, riwayat keperawatn, keluhan utama, pengkajian fisik secarakeseluruhan dan pada yang berhubungan dengan keluhan utama fokus pengkajian post operasi. (carpenito,2000: 487)
 Konstipasi berhubungan dengan kurangnya mobilisasi, kurangnya nutrisi dampak anastesi.
 Pola nafas tak berhubungan dengan penumpukan lender.
 Nyeri ebrhubungan dengan insisi daerah pembedahan.
 Kurangnya volume cairan berhubungan dengan hipermetabolik, hipertermi.
 Resiko infeksi berhubungan dengan nyeri.
 Kurangnya pengetahuan: perawatan pasca bedah berhubungan dengan kurang informasi.
 Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan rentang gerak.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan perforasi, pembentukan abces.
2. Resiko tinggi kurangnya volume cerah berhubungan dengan muntah, pembatasan pasca operasi.
3. Nyeri berhubungan dengan adanya inflamasi jaringan usus pada insisi bedah.
4. Kurang penyuluhan berhubungan dengan kurang mengingat, salah hipertensi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

G. Fokus Intervensi
Adapun diagnosa yang munculdengan post op appendiksitis antara lain :
1. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi (Doenges, 2000:41) kriterai hasil, turgor kulit baik, mukosa mulut lembab, tanda vital stabil.
Intervensi :
 Awasi tanda-tanda vital
 Awasi membrane mukosa, kaji tugor kulit.
 Monitor masukan dan pengeluaran
 Berikan minum bila pemasukan oral dimulai dan dilanjutkan diet sesuai toleransi setelah flatus positif.
 Berikan perawatan mulut.

2. Gangguan rasa nyaman, nyeri dengan adanya insisi bedah (Doenges, 2000: 46)
Kriteria hasil : rasa nyeri hilang / berkurang wajah kelihatan rileks.
Intervensi :
 Kaji tingkat nyeri
 Atur posisi tidur (semi fowle)
 Monitor tanda-tanda vital.
 Ajarkan teknik relaksasi.
 Kalaborasi pemberian analgetik.

3. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Carpenito, 2000: 57).
Kriteria hasil : Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terpenuhi, wajah kelihatan rileks.
Intervensi :
 Kaji tingkat aktifitas.
 Hindari aktifitas yang memberatkan pasien.
 Bantu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

4. Gangguan istirahan, tidur berhubungan dengan nyeri (Carpenito, 200 : 45)
Kriteria hasil : Wajah tampak segar, melaporkan dapat tidur
Intervensi :
 Kaji pola istirahat.
 Ciptakan posisi tidur yang nyaman dan mengurangi tekanan daerah luka.
 Batasi pengunjung.

5. Resko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi bedah (Doengeos, 2000 : 511).
Kriteria Hasil : Tidak ada infeksi.
Intervensi :
 Monitor tanda-tanda vital.
 Kaji keadaan luka operasi.

Pathway
 Hiperplasia folikal limfoid
 Fekalit
 Benda asing (biji makanan, cacing)
 Striktur
 Karsinoma

Invasi Keseluruh cerna

Menyumbat lumen appendik

Aliran ulas terbendung

Meningkatkan tekanan intra lumen Tanda dan gejala Risti perubahan

Menghambat aliran limfe

Edema pada jaringan lumen

Invasi bakteri ke dinding lumen

Appendiksitis
demam Peningkatan suhu
Kurang gerak Pembekakan
Gangguan aktifitas gerak

Tidak dilakukan operasi Dilakukan Operasi

Abses Appendiktomi

Puasa

Perforasi Luka operasi Kelemahan fisik Nyeri Infeksi