Welcome

Rasulullah bersabda; "Apabila kalian menginginkan kasih sayang dari Allah dan Rasul Nya maka sampaikanlah amanat, jujurlah dalam berbicara, dan berbuat baiklah kepada orang yang menjadi tetangga kalian." (HR. Tabrani)

Jumat, 27 Mei 2011

ASKEP FRAKTUR FEMUR




I.          DEFENISI

Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.

II.        

III.    FISIOLOGI / ANATOMI

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.

IV.     

V.       KLASIFIKASI

Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1.      Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
·         Melalui kepala femur (capital fraktur)
·         Hanya di bawah kepala femur
·         Melalui leher dari femur

2.      Fraktur Ekstrakapsuler;
·         Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
·         Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.


VI.    PATOFISIOLOGI

A.     Penyebab fraktur adalah trauma

Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
·         Osteoporosis Imperfekta
·         Osteoporosis
·         Penyakit metabolik



1. TRAUMA

Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah   trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

TANDA DAN GEJALA
·         Nyeri hebat di tempat fraktur
·         Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
·         Rotasi luar dari kaki lebih pendek
·         Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

PENATALAKSANAAN MEDIK
·         X.Ray
·         Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
·         Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
·         CCT kalau banyak kerusakan otot.


TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.


Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.

KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
·         Mengurangi nyeri akibat spasme otot
·         Memperbaiki dan mencegah deformitas
·         Immobilisasi
·         Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk  nyeri tulang sendi).
·         Mengencangkan pada perlekatannya.


MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.

Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.

Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.

Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam,  di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang  atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.                                                   




ASKEP CIDERA KEPALA



PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

PATOFISIOLOGI
Cidera kepala                                                              TIK  - oedem
                                                                                            - hematom
                                              Respon biologi              Hypoxemia
                                                                                   
                                                                                    Kelainan metabolisme
Cidera otak primer                          Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi                                           Kerusakan Sel  otak ­


Gangguan autoregulasi                   ­ rangsangan simpatis             Stress

Aliran darah keotak ¯                     ­ tahanan vaskuler                  ­ katekolamin
                                                        Sistemik & TD ­             ­  sekresi asam lambung

O2 ¯ à ggan metabolisme             ¯ tek. Pemb.darah                   Mual, muntah
                                                        Pulmonal

Asam laktat ­                                 ­ tek. Hidrostatik               Asupan nutrisi kurang

Oedem otak                                    kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan                      oedema paru à cardiac out put ¯
Cerebral
Difusi O2 terhambat             Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas à hipoksemia, hiperkapnea
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-          Kejang-kejang
-          Gangguan saluran nafas
-          Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:
·         edema fokal atau difusi
·         hematoma epidural
·         hematoma subdural
·         hematoma intraserebral
·         over hidrasi
-          Sepsis/septik syok
-          Anemia
-          Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.

Perdarahan yang sering ditemukan:
·         Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala:
penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa. Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.

·         Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema pupil.
·         Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
·         Perdarahan subarachnoid:
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku kuduk.

Penatalaksanaan:
Konservatif
  • Bedrest total
  • Pemberian obat-obatan
  • Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
  • Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
  • Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
  • Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
  • Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
  • Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
  • Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

Pemeriksaan Diagnostik:
·         CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
  • Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
  • X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.
  • Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
  • Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Prioritas perawatan:
  1. memaksimalkan perfusi/fungsi otak
  2. mencegah komplikasi
  3. pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
  4. mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga
  5. pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1)      Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2)      Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3)      Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
4)      Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5)      Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6)      Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7)      Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8)      Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
9)      Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.

Rabu, 25 Mei 2011

Askep BPH

BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI

Konsep Dasar

1. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

1. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
1). Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2). Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3). Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4). Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5). Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

2. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain
1). Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.
2) Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :
a). Derajat I = beratnya  20 gram.
b). Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.
c). Derajat III = beratnya  40 gram.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

4) Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a). Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif.
b). Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.
c). Flow rate maksimal 10 ml / dtk = obstruktif.
5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.
c). IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
d) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

3. Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1). Observasi
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien
2). Medikamentosa
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
3). Pembedahan
Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut.
b). Klien dengan residual urin  100 ml.
c). Klien dengan penyulit.
d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.
e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )
b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy
c). Perianal Prostatectomy
d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy
4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi Ultrasonik .


B. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :
Pre Operasi :
1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.
2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis..
4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah
5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
Post Operasi :
1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
5) Kurang pengetahuan: tentang ngan dengan nyeri sebagai efek pembedahan

B. PerencanaanTUR-P berhubungan dengan kurang informasi
6) Gangguan pola tidur berhubu
1. Sebelum Operasi

a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi
3) Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
4) Rencana tindakan dan rasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
5. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)
R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
1). Tujuan
Nyeri hilang / terkontrol.
2). Kriteria hasil
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu. Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 - 10 ).
R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48 jam ).
b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli.
c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila diindikasikan.
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ).
f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
R / Menghilangkan spasme

c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
1). Tujuan
Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
2). Kriteria hasil
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa lembab dan keluaran urin tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.
b). Pantau masukan dan haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik
d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh:
Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosi
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,

d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
1). Tujuan
Pasien tampak rileks.
2). Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan masalah

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya.
2). Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi dalam program pengobatan.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi terapi.

II. Sesudah operasi

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam, visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8. Observasi tanda – tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria hasil:
- Klien tidak mengalami infeksi.
- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
Rencana tindakan:
1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
2. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
3. Pertahankan posisi urobag dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
5. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
- Tanda – tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan .
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .
R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual .
R/ Untuk mengetahui masalah klien .
2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.

5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .

Kriteria hasil:
- Klien akan melakukan perubahan perilaku.
- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
- Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan .
Rencana tindakan:
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.